Selasa, 30 Oktober 2012

Lanjutan Studio 21


PALUI NAIK BECAK  (Lanjutan dari STUDIO 21)

(Palui pun pulang dengan kecewa, dengan wajah lesu, mana perut lapar belum makan, nonton juga gagal.!)

Berjalan sambil melamun, si Palui menengadah ke atas, melihat tiang listrik yang tinggi dan kabel-kabel listrik yang besar, Palui pun bergumam dalam hati, “Orang kota ini terlalu penakut, masa bikin jemuran tinggi-tinggi, siapa juga sih yang mau mencuri jemuran?!”

Karena perut lapar dan haus Pului pun berhenti di warung wadai (kue), ia memesan segelas kopi manis. Sambil minum kopi Palui mengambil beberapa kue untuk di makan.

Beberapa saat kemudian : “Bu, bu, tambah sedikit gulanya, kurang manis”! Pemilik warung pun menambah sesendok gula,” tidak lama kemudian, bu, bu, tambah sedikit kopi dan air panasnya, agak terlalu manis tadi.” (Dasar Palui, hitung-hitung sudah dua gelas kopi manis, dengan alasan tambah gula, tambah air panas. Sementara kue sudah banyak yang di makan)

Tiba-tiba sebuah becak lewat, Palui pun bertanya pada pemilik warung, kendaraan apa itu.? Oh, itu “becak”! Kendaraan murah meriah bisa angkut orang, bisa angkut barang. Pikir Palui mumpung lagi kere, lebih baik naik becak saja. Palui pun melambaikan tangan memanggil becak. “Eh, pak, pak, bayar dulu kopi dan kuenya.” Palui pun membayar dengan berkata, “berapa bu, segelas kopi, wadai satu (kue satu)?” Loh, kan bapak tambah lagi kopi , gula dan airnya.!” “Kan saya minta sedikit, ibu yang kasih banyak, bukan salah saya.!” Pemilik warung pun terpaksa mengalah. (Dasar akal-akalan Palui, mana kuenya banyak, ngaku cuma satu).

Becak pun berhenti di depan Palui, “mau kemana pak” kata abang becak. Palui sekilas memandang becak dan tempat duduk jok busa. Pikir Palui kalau di jok pasti lebih mahal. Palui pun menjawab abang becak. “Saya mau keliling kota, ambil yang murah meriah saja, yang ekonomi, saya tidak mau yang VIP. Tidak masalah pak, silahkan naik. Palui pun duduk di lantai becak, ambil yang ekonomi, karena kalau di jok pasti lebih mahal. Abang becak pun bingung, kok orang ini duduk di bawah.

Abang becak membawa Palui keliling kota, Palui sambil menikmati pemandangan, melihat gedung-gedung yang tinggi. Dia memperhatikan “tower” pemancar telekomunikasi, Palui pikir itu “jala” / jaring, “wah, besar sekali jala orang kota ini”.

Akhirnya Palui merasa penat, karena duduk di lantai yang keras. “Bang, bang, saya cape di bawah…. Kalau saya pindah ke atas, boleh nda, saya tambah Rp. 1.000,-, oh, silahkan naik pak, kata abang becak. Dasar orang ini baru tahu becak, dalam hati abang becak.

Sudah selesai mengelilingi kota, abang becak pun menagih Palui. “Maaf pak, sudah sampai.” Semuanya Rp. 21.000,- karena tadi bapak janji nambah seribu.”

Palui, memegang-megang kantongnya, dompetnya, “wah bang, maaf ini ada seribu rupiah saja, uang saya hilang, mungkin ketinggalan di warung tadi, coba bapak lihat di warung tempat saya duduk tadi.”

Wah!! Bapak ini penipu, berlagak orang kaya, sok carter becak segala, cuma punya uang seribu rupiah….. Awas bapak!!! Abang becak pun marah….. dan Palui pun lari terbirit-birit menyelamatkan diri……….” Gkgkgkgkgkkkkkkk……..!

The End (= En Te)

Maknanya :
1. Belajarlah menyesuaikan diri dengan hal-hal baru dan kemajuan zaman, agar kita tidak ketinggal.
2. Janganlah menjadi seorang yang akal-akalan menipu dan merugikan orang lain.
3. Hendaknya kita menjadi orang pintar, cerdas, pandai dan berakal budi serta baik hati.
4. dst .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar