RAHASIA SULING BALAWUNG SUKU DAYAK NGAJU
Jika kita mendengar kata “Suling”, lalu terbesit pikiran kita kepada
sebuah bambu. Karena biasanya suling terbuat dari bahan buluh bambu.
“Suling” atau “Sulin” dalam bahasa Dayak Ngaju (Kalimantan Tengah)
memang juga terbuat dari bambu. Suling, semua tahu bahwa itu adalah
alat musik tiup. Zaman modern ini orang lain menyebut alat musik tiup
dengan istilah: “Terompet; Seksofon; Flute (fluit) dan lain-lain.
Suling-suling yang ada, banyak bentuk dan ukuran serta lobang nada.
Suling Melayu atau suling umumnya berlobang enam. Khususnya “Suling
Balawung” yang dimiliki Suku Dayak Ngaju hanya berlobang empat, kecuali
daerah Barito (Dayak Ma’anyan) berlobang lima.
Suling Dayak
Ngaju terbuat dari bambu khusus, bukan bambu biasa. Ada banyak jenis
bambu buluh atau sembilu, tetapi bagi Suku Dayak Ngaju bambu yang pas
dan terbaik untuk Suling balawung adalah terbuat dari bambu yang disebut
“Tamiang” atau Humbang Tamiang”, ada juga menyebutnya dengan “Lamiang”
karena buluh atau ruasnya panjang, bisa mencapai satu meter satu ruas.
Disamping itu Humbang Tamiang memiliki kualitas yang terbaik, karena
walaupun tipis tetapi memiliki struktur yang keras. Dapat mengeluarkan
bunyi yang merdu dan melengking tinggi dan ketika nada rendah sangat
syahdu. Menghasilkan suara yang sempurna. Dan Bagi orang Dayak humbang
tamiang adalah “penangkal petir”. Menurut keyakinan dan kenyataan bahwa
orang yang memiliki ‘humbang tamiang’ tidak pernah disambar petir.
Keyakinan lain dapat menjadi penolak bala, niat jahat atau roh jahat,dan
pantangan dari ular berbisa.
Suling Balawung Suku Dayak Ngaju
memiliki kekhasan suara dan nada. Nada-nada pentatonik bisa mencapai
tiga oktap dalam permainan nada-nadanya. Mengapa suling Dayak Ngaju
disebut suling “balawung” karena ujung tempat meniup suling berbentuk
seperti “Lawung” / ikat kepala orang Dayak.
Suling balawung
bisa dimainkan sebagai instrument tunggal, bisa untuk pengiring kecapi,
rebab. Untuk mengiring Karungut atau Sansana, dan lain-lain.
“Suling Balawung” Suku Dayak Ngaju sejati bukan sembarang suling. Dulu
dalam sejarahnya suling balawung adalah suling “lampahan” (atau suling
keramat).
Konon ceritanya disebut sebagai suling lampahan atau
suling keramat. Karena pembuatannya secara istimewa dan melalui
tahap-tahap tertentu dan syarat tertentu.
Pertama : Seseorang
Dayak Ngaju yang ingin membuat suling, harus mencari bambu pada hari
Jumat. Kemudian ia harus memilih 7 (tujuh) batang buluh (Tamiang) dengan
ukuran yang sama.
Tahap kedua : Orang yang ingin membuat
suling itu menghayutkan 7 (tujuh) bilah bambu tamiang itu dari hulu
sungai tertentu. Kemudian ia harus pergi ke hilir sungai itu dan terjun
ke sungai, dan berdiri (mengapung dalam posisi berdiri tegak) di tengah
arus sungai, menunggu bilah bambu yang mengenai “ulu hati” si pemilik
suling nantinya. Dari ketujuh bilah bambu tamiang salah satunya yang
mengenai ulu hati, itulah yang diambil untuk bakal bahan membuat suling
balawung.
Tahap ketiga : Pembuatan Suling balawung bisa dengan
berbagai ukuran nada. Sebelum orang Dayak mengenal istilah nada nada
dasar , dulu orang membuat suling hanya dengan ukuran genggam. Ada
ukuran tiga genggaman (tinggi) empat genggaman (agak tinggi), lima
genggaman (sedang) sampai tujuh genggaman (rendah).
Untuk ukuran jarak lobang itu …. tidak dapat dijelaskan secara rinci di sini (ukuran panjang dilipat dua, dilipat tiga)……
“Suling Balawung lampahan” tidak ditiup secara sembarangan, karena
memiliki nilai sakral dan magis. Ketika ia ditiup adalah untuk suatu
tujuan yang pasti. Dan ketika seseorang mendengarnya akan luluh lantah,
terhanyut dalam alunan melodi yang mampu membawa seseorang kedalam ruang
bawah sadarnya, sehingga ia terpikat dan terkagum-kagum. Jika si
pendengar seorang perempuan maka ia akan jatuh cinta, dan jika ia
laki-laki maka ia akan menjadi sahabat sang pemilik dan peniup “Suling
Balawung,” itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar