Jumat, 22 Maret 2013

SULING BALAWUNG

RAHASIA SULING BALAWUNG SUKU DAYAK NGAJU

Jika kita mendengar kata “Suling”, lalu terbesit pikiran kita kepada sebuah bambu. Karena biasanya suling terbuat dari bahan buluh bambu. “Suling” atau “Sulin” dalam bahasa Dayak Ngaju (Kalimantan Tengah) memang juga terbuat dari bambu. Suling, semua tahu bahwa itu adalah alat musik tiup. Zaman modern ini orang lain menyebut alat musik tiup dengan istilah: “Terompet; Seksofon; Flute (fluit) dan lain-lain.

Suling-suling yang ada, banyak bentuk dan ukuran serta lobang nada. Suling Melayu atau suling umumnya berlobang enam. Khususnya “Suling Balawung” yang dimiliki Suku Dayak Ngaju hanya berlobang empat, kecuali daerah Barito (Dayak Ma’anyan) berlobang lima.

Suling Dayak Ngaju terbuat dari bambu khusus, bukan bambu biasa. Ada banyak jenis bambu buluh atau sembilu, tetapi bagi Suku Dayak Ngaju bambu yang pas dan terbaik untuk Suling balawung adalah terbuat dari bambu yang disebut “Tamiang” atau Humbang Tamiang”, ada juga menyebutnya dengan “Lamiang” karena buluh atau ruasnya panjang, bisa mencapai satu meter satu ruas.

Disamping itu Humbang Tamiang memiliki kualitas yang terbaik, karena walaupun tipis tetapi memiliki struktur yang keras. Dapat mengeluarkan bunyi yang merdu dan melengking tinggi dan ketika nada rendah sangat syahdu. Menghasilkan suara yang sempurna. Dan Bagi orang Dayak humbang tamiang adalah “penangkal petir”. Menurut keyakinan dan kenyataan bahwa orang yang memiliki ‘humbang tamiang’ tidak pernah disambar petir. Keyakinan lain dapat menjadi penolak bala, niat jahat atau roh jahat,dan pantangan dari ular berbisa.

Suling Balawung Suku Dayak Ngaju memiliki kekhasan suara dan nada. Nada-nada pentatonik bisa mencapai tiga oktap dalam permainan nada-nadanya. Mengapa suling Dayak Ngaju disebut suling “balawung” karena ujung tempat meniup suling berbentuk seperti “Lawung” / ikat kepala orang Dayak.

Suling balawung bisa dimainkan sebagai instrument tunggal, bisa untuk pengiring kecapi, rebab. Untuk mengiring Karungut atau Sansana, dan lain-lain.

“Suling Balawung” Suku Dayak Ngaju sejati bukan sembarang suling. Dulu dalam sejarahnya suling balawung adalah suling “lampahan” (atau suling keramat).

Konon ceritanya disebut sebagai suling lampahan atau suling keramat. Karena pembuatannya secara istimewa dan melalui tahap-tahap tertentu dan syarat tertentu.

Pertama : Seseorang Dayak Ngaju yang ingin membuat suling, harus mencari bambu pada hari Jumat. Kemudian ia harus memilih 7 (tujuh) batang buluh (Tamiang) dengan ukuran yang sama.

Tahap kedua : Orang yang ingin membuat suling itu menghayutkan 7 (tujuh) bilah bambu tamiang itu dari hulu sungai tertentu. Kemudian ia harus pergi ke hilir sungai itu dan terjun ke sungai, dan berdiri (mengapung dalam posisi berdiri tegak) di tengah arus sungai, menunggu bilah bambu yang mengenai “ulu hati” si pemilik suling nantinya. Dari ketujuh bilah bambu tamiang salah satunya yang mengenai ulu hati, itulah yang diambil untuk bakal bahan membuat suling balawung.

Tahap ketiga : Pembuatan Suling balawung bisa dengan berbagai ukuran nada. Sebelum orang Dayak mengenal istilah nada nada dasar , dulu orang membuat suling hanya dengan ukuran genggam. Ada ukuran tiga genggaman (tinggi) empat genggaman (agak tinggi), lima genggaman (sedang) sampai tujuh genggaman (rendah).

Untuk ukuran jarak lobang itu …. tidak dapat dijelaskan secara rinci di sini (ukuran panjang dilipat dua, dilipat tiga)……

“Suling Balawung lampahan” tidak ditiup secara sembarangan, karena memiliki nilai sakral dan magis. Ketika ia ditiup adalah untuk suatu tujuan yang pasti. Dan ketika seseorang mendengarnya akan luluh lantah, terhanyut dalam alunan melodi yang mampu membawa seseorang kedalam ruang bawah sadarnya, sehingga ia terpikat dan terkagum-kagum. Jika si pendengar seorang perempuan maka ia akan jatuh cinta, dan jika ia laki-laki maka ia akan menjadi sahabat sang pemilik dan peniup “Suling Balawung,” itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar