Senin, 29 Oktober 2012

Palui dan Ayam Penyet


AYAM PENYET

Suatu hari si Palui tertarik dengan tulisan di sebuah rumah makan : "Ayam Penyet"
Wah! mau coba nich (kata hati Palui), pasti enak dan murah! Kebetulan lagi kere.

Tak sabar si Palui memesan "Ayam Penyet" karena perutnya sudah lapar. Tak lama berselang si pelayan rumah makan mengantarkan pesanan si Palui, siap untuk di santap.
Si Palui sempat terdiam memandang ayam penyet itu : kayanya ayam ini baik-baik saja, tidak ada tanda-tanda "penyet", Tapi, ya sudahlah yang penting makan dulu, perut sudah keroncongan.

Selesai makan si Palui mendatangi kasir, untuk membayar ayam penyetnya. "Berapa bu?"...... Cuman 25 ribu rupiah pak.;

Apa?!!!!! Brakkkkk!!!!! si Palui menggebrak meja kasir. "Ini rumah makan penipu" Pembohong!!! "Katanya "ayam penyet", ternyata tidak ada yang hancur, dan harganya "mahal lagi", di kampung saya "ayam penyet" itu dibuang ke sungai saja, tidak ada harganya!! Saya merasa dibohongi, saya tidak akan bayar.!! Si Palui pergi meninggalkan rumah makan tanpa merasa bersalah..... Pemilik rumah makan dan kasir berpandang-pandangan bingung. Apa ada yang salah dengan rumah makan kita???

Si Palui mengira "Ayam Penyet" itu adalah ayam yang ketiban pohon atau kayu atau benda berat dan hancur ("penyet" bahasa daerah si Palui = "ketiban atau tertindih" sampai hancur atau peot/penyot atau melempeng)..... hahaha......

Pesan :

1. Bagi Pemilik Rumah Makan, hati-hati menggunakan nama masakan, karena sering terjadi salah paham oleh konsumen atau masyarakat di tempat yang berbeda bahasa dan pengertian : seperti : "Sop Buntut", "Ayam Penyet", "Babi Guling", "Bakso Rudal", "nasi goreng gila", "keripik iblis", dll.

2. Bagi konsumen / pembeli, hati-hati sebelum mencoba menu masakan baru, lebih baik bertanya dulu, sebelum menyesal dan menjadi malu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar